Pengamat mempertanyakan urgensi subsidi mobil maupun motor listrik, nan digagas pemerintah sebagai insentif menurunkan emisi karbon. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).
Jakarta, CNN Indonesia --
Pengamat mempertanyakan urgensi subsidi kendaraan listrik, mobil listrik maupun motor listrik, nan digagas pemerintah sebagai insentif untuk menurunkan emisi karbon CO2.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyebut subsidi mobil dan motor listrik tidak terlalu penting. "Apalagi, angkanya cukup besar. Tidak peka terhadap menyempitnya ruang fiskal," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/12).
"Sasaran subsidi mobil listrik pun bermasalah lantaran condong mensubsidi kalangan menengah atas," lanjutnya.
Justru, Bhima memberikan catatan implikasi negatif nan mungkin timbul dari penyaluran subsidi mobil dan motor listrik. Pertama, meningkatkan peralatan dan suku cadang impor saat produsen di dalam negeri belum siap memenuhi permintaan pasar.
Kedua, transisi daya tidak bisa dilakukan hanya dengan perbaikan oleh pengguna kendaraan. Ia juga menanyakan sumber hulu daya primer listrik nan tetap berjuntai pada batu bara.
Bila pengguna motor listrik makin banyak, namun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara jalan terus, maka polusi udara bakal tetap tinggi dan pemanfaatan batu bara tetap masih dilakukan.
"Karenanya, sebaiknya, subsidi dulu percepatan transisi daya primernya baru ke pengguna kendaraan," imbuh dia.
Secara khusus, Bhima juga menyoroti persoalan baterai listrik. Menurut dia, Indonesia sebagai eksportir nikel separuh jadi menghadapi impor baterai listrik.
"Khawatirnya, di hilir motor listrik didorong, kelak defisit transaksi melangkah bisa melebar, ada pengaruh ke pelemahan kurs rupiah," terang Bhima.
Senada, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Tory Darmantoro mempertanyakan soal urgensi subsidi motor dan mobil listrik.
Terlebih, Menteri Perindustrian (Menperin) menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan skema subsidi Rp80 juta untuk pembelian mobil listrik baru dan Rp40 juta untuk mobil hybrid.
Sementara itu, subsidi untuk pembelian motor listrik baru disiapkan sebesar Rp8 juta dan motor konversi bakal mendapatkan subsidi Rp5 juta.
"Kebijakan nan juga krusial disampaikan pemerintah, angkanya, adalah berapa jumlah unit kendaraan nan mau disubsidi, sehingga masyarakat dan industri otomotif bisa berbilang kemanfaatannya," tegas Darmantoro.
Pengamat Transportasi dan Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna punya pendapat berbeda. Ia mendukung subsidi motor dan mobil listrik dengan beberapa catatan.
Yayat meminta pemerintah juga memberikan kemudahan lain, seperti parkir gratis, bisa masuk area ganjil-genap, pengurangan pajak, hingga akomodasi pemasangan charger listrik gratis.
Kemudian, perlu dibangun stasiun pengisian kendaraan listrik (SPKL) di setiap kota agar tidak ada keraguan bagi masyarakat untuk melakukan perjalanan lintas kota.
Meski mendukung program subsidi, Yayat menekankan pemerintah perlu buka-bukaan soal berapa jumlah kendaraan listrik nan diproduksi. Hal itu mempengaruhi besaran subsidi nan diberikan.
"Angka subsidi bakal sangat berjuntai berapa sasaran jumlah kendaraan nan diproduksi. Jadi setiap tahun berapa, mobil alias motor pada 2023, kemudian 2024 berapa? Jadi jumlah subsidi tergantung jumlah kendaraan nan diproduksi," pungkasnya.
[Gambas:Video CNN]
(skt/bir)
[Gambas:Video CNN]