(ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI).
Jakarta, CNN Indonesia --
Gembar-gembor subsidi kendaraan listrik, baik itu mobil dan motor, makin santer. Teranyar, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita merilis besaran subsidi yang tembus Rp80 juta.
Agus menjelaskan subsidi ini diberikan untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik di dalam negeri. Pemberian subsidi bakal mencontoh negara lain nan dianggap pemerintah sudah maju dalam penggunaan kendaraan listrik.
"Insentif bakal diberikan kepada pembeli nan membeli mobil alias motor listrik nan mempunyai pabrik di Indonesia," jelasnya di Brussels, Belgia, Rabu (14/12), dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.
Ia menjelaskan saat ini subsidi pembelian kendaraan listrik tetap dalam pembahasan, namun sudah di tahap finalisasi. Sehingga, kemungkinan besar nomor subsidi nan direncanakan bakal sama dengan keputusan akhir.
Untuk pembelian mobil listrik dari pabrik di Indonesia, besaran subsidi nan bakal diberikan Rp80 juta. Sementara untuk pembelian mobil berbasis hybrid bakal diberikan subsidi sebesar Rp40 juta.
Lalu bagi pembeli motor listrik baru bakal menerima subsidi Rp8 juta. Sedangkan motor konversi bakal mendapat subsidi Rp5 juta. Di tengah wacana itu banyak sorotan tertuju ke sejumlah pejabat nan berada di pusaran upaya kendaraan listrik.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menjadi salah satunya.
Luhut punya saham di PT Toba Bara Sejahtera Energi Utama Tbk (TOBA) nan mendirikan upaya patungan (joint venture) berbareng Gojek, Electrum. Usaha itu dibangun untuk membangun ekosistem motor listrik dalam negeri.
Selain Luhut, ada juga Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko nan terlibat langsung dalam industri kendaraan listrik. Ia membangun PT Mobil Anak Bangsa (MAB) nan memproduksi bus berkekuatan listrik pada 2016.
Ketua MPR Bambang Soesatyo juga diketahui terlibat dalam industri motor listrik. Ia tercatat sebagai pemilik merek sepeda motor listrik berjulukan Bike Smart Electric (BS Electric).
Ada juga Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Arsjad Rasjid nan terlibat dalam industri motor listrik di Indonesia lewat perusahaan miliknya, PT Indika Energy Tbk (INDY) nan meluncurkan merek ALVA.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang mengkritik keras rencana subsidi kendaraan listrik nan digembar-gemborkan pemerintah.
"Yang menikmati subsidi ini jelas para pengusaha otomotif berbasis listrik, negara hanya mendapatkan benefit udara bakal lebih baik, namun belum terpikirkan baterainya nan bakal merusak lingkungan, tanah dan air, jika tanpa ada manajemen daur ulang baterai nan benar," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/12).
Ia juga mengkritik sikap Kemenperin nan baru saja merinci besaran subsidi kendaraan listrik dengan rentang Rp5 juta hingga Rp80 juta.
Deddy menegaskan nomor tersebut kudu dihitung lagi. Menurutnya, angka-angka subsidi memang bukan masalah utama.
Tetapi dia cemas soal jumlah kendaraan nan bakal membludak jika disubsidi tanpa kendali dan kontrol.
"Kemenperin bukan pemangku kepentingan transportasi, ya wajar jika jualan kendaraan listrik terus. Namun, nan bonyok sektor pengendalian transportasi sebagai korban vehicle oriented, bukan transit oriented," kritik Deddy.
Menurut Deddy, negara telah kandas mengembangkan pikulan umum massal nan berujung kehancuran transport demand management (TDM).
Ia menegaskan tidak bijak membeli kendaraan pribadi malah disubsidi, semestinya nan disubsidi lebih banyak adalah pikulan umum beserta infrastrukturnya.
"Pembelian kendaraan tanpa subsidi sudah membikin macet jalan. Bila subsidi disetujui, jalan raya bakal tambah padat oleh kendaraan listrik dan tetap macet, sama saja tidak produktif," tegasnya.
Deddy apalagi blak-blakan tidak bakal pernah setuju dengan pemberian subsidi kendaraan listrik jika bukan atas konversi kendaraan dari bahan bakar minyak (BBM) ke listrik. Direktur Eksekutif INSTRAN itu hanya setuju jika subsidi kendaraan listrik diberikan untuk konversi.
Tak jauh beda, Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai langkah mengguyur pasar kendaraan listrik dengan beragam insentif ini berlebihan dan terlalu dini.
Seharusnya pemerintah mempersiapkan peta jalan transisi daya berkepanjangan nan kokoh sebelum memberi insentif ke sektor hilir. Yusuf menekankan insentif bagi daya baru terbarukan (EBT) kudu diprioritaskan.
Ia berprasangka subsidi memang dilakukan lantaran ada kepentingan elit dalam proyek itu.
"Kita sangat menyesalkan, sudah terlalu sering agenda besar bangsa ditunggangi oleh kepentingan pragmatis jangka pendek segelintir elite politik, membikin kebijakan nan dibuat pemerintah seringkali menjadi terdistorsi dan bias kepentingan nan kental," ungkap Yusuf.
Subsidi Rp80 Juta Bukan Solusi
BACA HALAMAN BERIKUTNYA