Harga Minyak Lesu Menyentuh US$70,8 per Barel Hari Ini

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Harga minyak turun sekitar 2 persen ke level terendah satu minggu pada Kamis (11/5). Harga minyak turun sekitar 2 persen ke level terendah satu minggu pada Kamis (11/5). (Tangkapan layar twitter @@PIF_en)

Jakarta, CNN Indonesia --

Harga minyak turun sekitar 2 persen ke level terendah satu minggu pada Kamis (11/5).

Penurunan nilai minyak dipicu oleh ketegangan politik seputar pemisah hutang AS memicu kekhawatiran resesi pada konsumen minyak terbesar di dunia, sementara klaim pengangguran AS nan meningkat dan informasi ekonomi China nan lemah memberikan tekanan.

Kontrak berjangka minyak Brent turun US$1,43 alias 1,9 persen menjadi US$74,98 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun US$1,69 alias 2,3 persen menjadi US$70,87.

Mengutip Reuters, Jumat (12/5), informasi dolar memperkuat argumen untuk Federal Reserve menghentikan kenaikan suku bunga, tetapi tidak memicu angan pemangkasan suku kembang hingga akhir tahun.

Penguatan dolar AS membikin minyak menjadi lebih mahal di negara-negara lain. Suku kembang nan lebih tinggi dapat memberikan tekanan pada permintaan minyak dengan meningkatkan biaya pinjaman, sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mendesak Kongres untuk meningkatkan pemisah utang federal sebesar US$31,4 triliun dan mencegah kebangkrutan nan belum pernah terjadi sebelumnya nan dapat memicu penurunan ekonomi global.

"Ketidakpastian mengenai pemisah utang AS, masalah perbankan baru-baru ini nan dapat memicu krisis angsuran di sebagian besar industri minyak, dan kemungkinan resesi nan tetap tinggi, tetap menjadi halangan signifikan bagi pasar minyak," kata para analis dari perusahaan konsultan daya Ritterbusch and Associates dalam sebuah catatan.

Indeks saham Dow dan S&P 500 AS (DJI), (SPX) turun setelah masalah terbaru dari bank berbasis di California, PacWest Bancorp (PACW.O), memicu kepanikan di sektor perbankan regional.

Harga produsen AS naik secara moderat bulan lalu, dengan peningkatan inflasi produsen tahunan terkecil dalam lebih dari dua tahun.

Sementara itu, pemerintahan Presiden Joe Biden mengungkapkan rencana komprehensif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal itu adalah langkah terbesar nan dilakukan sejauh ini dalam upaya untuk mendekarbonisasi ekonomi demi melawan perubahan iklim.

Pemberian pinjaman bank baru di China turun jauh lebih tajam daripada nan diperkirakan pada April, menambah kekhawatiran bahwa pemulihan ekonomi setelah pandemi kehilangan momentum.

"Harga minyak lebih rendah setelah putaran informasi China lainnya, kali ini informasi keuangan, nan mengkonfirmasi bahwa pemulihan ekonomi mereka dari COVID terus mengecewakan," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan informasi dan analitik OANDA.

Pasar minyak sebagian besar mengabaikan proyeksi permintaan minyak dunia dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk 2023, nan memperkirakan permintaan di China, importir minyak terbesar di dunia, bakal meningkat.

OPEC memproyeksikan permintaan minyak China bakal meningkat sebesar 800 ribu barel per hari (bph), naik dari proyeksi sebesar 760 ribu bph bulan lalu.

Namun, OPEC mengatakan peningkatan permintaan China tersebut bisa diimbangi oleh akibat ekonomi di tempat lain, termasuk pertempuran pemisah utang AS.

Di sisi pasokan, Irak telah mengirim permintaan resmi kepada Turki untuk memulai kembali ekspor minyak melalui pipa nan menghubungkan daerah Kurdistan semi-otonom di utara Irak dengan pelabuhan Ceyhan di Turki, nan dapat menambah aliran minyak mentah dunia sebanyak 450 ribu bph.

[Gambas:Video CNN]

(dzu/dzu)

Selengkapnya
Sumber Investing
Investing
Atas