Robin Zeng, Anak Petani yang Kini Berharta Rp535 T dari Bisnis Baterai

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Robin Zeng, anak petani desa miskin China sukses menjelma menjadi orang terkaya ke-3 di Negeri Tirai Bambu dengan kekayaan Rp535 triliun. Berikut profilnya. Robin Zeng, anak petani desa miskin China sukses menjelma menjadi orang terkaya ke-3 di Negeri Tirai Bambu dengan kekayaan Rp535 triliun. (CNNIndonesia/Astari Kusumawardhani).

Jakarta, CNN Indonesia --

Booming industri kendaraan listrik belakangan ini telah membikin kekayaan sejumlah orang melesat secara cepat.

Tak hanya Elon Musk, CEO Tesla nan kekayaannya melesat hingga pernah menjadi orang terkaya nomor 1 di dunia, ada juga nama Robin Zeng.

Mengutip Forbes, kekayaan Robin Zeng saat ini mencapai US$34,3 miliar. Kalau dirupiahkan dengan kurs Rp15.618 per dolar AS, kekayaan itu tembus Rp535,70 triliun.

Lalu siapa sebenarnya Robin Zeng, dan gimana dia bisa sekaya itu?

Mengutip beragam sumber, Robin Zeng adalah penduduk negara China. Ia lahir dari sebuah family petani di desa miskin nan mini di Lankou, Ningde, China saat kekacauan Revolusi Kebudayaan terjadi di Negeri Tirai Bambu pada 1968 lalu.

Tidak banyak catatan masa mini nan bisa dicari tentangnya. Termasuk di mana Zeng menempuh pendidikan dasar sampai menengah.

Secuil informasi hanya menunjukkan Zeng dibesarkan dan menempuh pendidikan dasarnya di sekolah lokal di Ningde China. Kemudian, mengutip Time, Zeng mempunyai kepintaran dan ambisi tinggi.

Pada saat berumur 17 tahun, alias usai menamatkan pendidikan menengahnya, dia melanjutkan kuliah di bidang teknik di Shanghai Jiao Tong University. Kemudian dia menerima gelar ahli dalam pengetahuan fisika barang terkondensasi dari Chinese Academy of Sciences.

Setelah lulus kuliah, dia kemudian bekerja di BUMN kreator kapal China. Tiga bulan kemudian, Zeng pindah ke Dongguan.

Di daerah itu dia memperkuat kerja selama 10 tahun dan akhirnya naik kedudukan menjadi kepala SAE Magnetic's. Ia merupakan satu-satunya kepala SAE Magnetic's nan berbasis di China daratan waktu itu.

Selama periode inilah, dia belajar tentang baterai. Setelah sukses dengan proses belajarnya, pada akhir 1990-an, seorang CEO perusahaan hard drive magnetic Liang Shaokang membujuk Zeng untuk mulai membuka perusahaan baterai.

Dari titik inilah, kehidupan Zeng sedikit demi sedikit mulai berubah. Pada 1999, dia mulai meluncurkan ATL di Hong Kong untuk membikin baterai elektronik telpon seluler.

Peluncuran itu membuatnya makin berkibar. Penjualan ponsel nan tumbuh dan banyak terhubung ke internet sehingga memerlukan lebih banyak daya baterai portabel membikin usahanya kian moncer.

Saat itulah ledakan baterai litium dimulai. Dongguan segera menjadi pusat produksi ponsel, pengisi daya dan aksesori. Meskipun meledak, ATL saat itu rupanya hanya mempunyai sedikit kekayaan intelektual sendiri.

Karena masalah itu, Zeng dan rekan-rekannya menghabiskan US$1 juta untuk membeli paten polimer litium dari Bell Labs di AS. Hasilnya pun mengecewakan.

Meskipun sudah membeli paten, dia dan teman-temannya kesulitan dalam memanfaatkannya. Pasalnya, baterai nan dihasilkan dari pembelian paten itu mengembang saat diulang berulang kali.

Itu membuat Zeng dan teman-temannya cemas atas kualitas dan keamanan baterai. Pasalnya, jika diteruskan bisa saja baterai meledak.

Karena itulah dia dan teman-temannya kemudian membikin terobosan dengan mengkombinasikan elektrolit untuk membikin baterai polimer litium.

Akhirnya Zeng dan teman-temannya berhasil. Dari keberhasilan itu, biaya produksi perusahaan bisa dipangkas dengan cepat. ATL sukses memproduksi baterai dengan separuh biaya dibandingkan dengan pesaingnya dari Korea Selatan.

Tak hanya lebih murah, baterai nan polimer lithium nan dihasilkan ATL juga lebih tipis dari model lain dan dapat dibentuk sesuai dengan perangkat. Karena keberhasilan itu, ATL untuk dalam waktu tiga bulan setelah memproduksi baterai.

Setelah kesuksesan itu, upaya baterai lithium-ion nan sejak 1991 didominasi oleh Jepang melalui Sony, mulai sukses dikalahkan China melalui ATL. Pada 2000-an, Jepang tetap menyumbang 90 persen dari produksi baterai litium-ion tahunan dengan 500 juta baterai. Sementara China hanya 35 juta.

Namun setahun setelahnya, ATL sukses mengirimkan lebih dari satu juta baterai untuk headset bluetooth dan pemutar DVD portabel.

Temuan dan kesuksesan itu menjadi pembuka bagi Zeng nantinya untuk membikin baterai mobil listrik. Pada 2011, dia memutuskan untuk meluncurkan Contemporary Amperex Technology (CATL), perusahaan kreator baterai isi ulang litium-ion

Perusahaan ini sukses melampaui Panasonic sebagai produsen baterai litium-ion terbesar di bumi dalam perihal penjualan. Ia bisa menekan ongkos produksi pembuatan baterai dibandingkan produsen pesaingnya dari Korea dan Jepang dengan meningkatkan skala produksi.

Harga nan lebih murah dan kualitas nan baik itulah membikin sejumlah produsen mobil kenamaan seperti BMW menjadikan CATL sebagai pemasok baterai mereka. BMW rela beralih dari pemasok baterai di Massachussets dan Michigan ke CATL dan menjadi pelanggan utama mereka.

BMW sepakat menjadi pelanggan utama, beranjak dari pemasok baterai di Massachusetts dan Michigan ke perusahaan anyar itu. Tak hanya BMW, CATL sukses menjadi pemasok baterai listrik Volkswagen dan Geely

Usai sukses dengan semua upayanya, CATL melantai di Bursa Efek Shenzen. Fulus nan didapat dari tindakan korporasi itu pun langsung digunakan untuk melakukan ekspansi produksi.

Kepiawaian Zeng pun membikin para pemegang saham mempercayakan posisi chairperson alias bos besar CATL kepadanya. Seiring dengan semakin moncernya keahlian perusahaan, dan juga porsi kepemilikan sahamnya nan tembus 24,45 persen, kekayaan Zeng terus bertambah.

Dengan kekayaan itu, kini, laki-laki nan dulu adalah anak petani di sebuah desa mini itu sukses menjadi orang terkaya nomor 3 di China setelah Zhong Shanshan dan Zhang Yimin.

Misterius Karena Tak Mau Bisnis Terganggu

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Selengkapnya
Sumber Investing
Investing
Atas